CERITA INSPIRATIF SEKOLAH


KISAH ANAK PENJUAL DONAT

Etty Saraswati
Setiap orang adalah pembelajar, setiap tempat adalah pengalaman dan setiap waktu adalah ilmu. Guru masa kini lebih banyak tantangan, terkait kemajuan generasi masa depan. Skill dan keberanian adalah modal terbesar, karena mengajar tatap muka saja itu tidak cukup. Abad 21 ini yang diutamakan adalah pendidikan karakter. Sebagaimana kita tahu jaman semakin canggih, namun moral anak-anak yang masih usia dini kurang edukasi. Terlebih, banyak dari mereka ditinggal kedua orang tua untuk bekerja dan ditinggal  bersama asisten orang tua.
Menyikapi itu, aku seorang guru muda baru mendapat gelar sarjana memutuskan memilih mengajar di sekolah swasta tingkat sekolah dasar. Berkenalan dengan beranekaragam karakter manusia yang belum biasa di hadapi sebelumnya. Hari pertama, saya memasuki gabungan dua kelas atas terdiri dari 58 siswa. Mereka sudah duduk di bangku kelas 5 yang dinamai dengan kelas Muhammad, dalam hati berfikir apakah saya sanggup?. Batin menguatkan “Pasti Sanggup”.
            Hari kedua bekerja, aku menanyakan pada mereka tentang hafalan Qur’an yang sudah diterapkan. Sudah sampai mana hafalannya? Salah satu murid menjawab bernama Reyhan, “An-Naba bu, saya menanyakan apakah ada yang sudah hafal? Satu anak mengacungkan tangan. Karena penasaran, saya mememanggilnya dan menanyakan terkait hafalannya. Berapa juz yang sudah kamu hafalkan? “hampir 2 juz bu, sejak saat itu saya sering menanyakan kepadanya tentang kemampuan hafalannya. Dia bernama Indira, berusia 11 tahun dan sudah mampu menghafalkan kalam-kalam-NYA.
            Waktu terus berlalu, kini aku semakin mengetahui anak didikku. Aku mempunyai guru tahfidz yang menuliskan sesuatu di bukunya. Dia menulis “Sekarang saya mengerti, begitu wajarnya seorang guru condong pada mereka yang semangat memahami”. Setiap peserta didik mempunyai karakter masing-masing. Semua dibangun dengan pondasi kuat dari lingkungan keluarga. Entah apapun kondisi ekonominya, jika ada dorongan semangat dalam dirinya pasti akan belajar keras memahami sebuah ilmu.
            Indira, anak penjual donat yang taat dan pintar. Ibunya sungguh berhasil mendidiknya dengan cara sederhana. Beliau adalah wali murid yang pertama kali menyambangi saya dengan begitu ramahnya. Tidak ingin ketinggalan informasi, belau senantiasa menanyakan keadaan anaknya seharian di sekolahan. Apresisasi untuk orang tua zaman sekarang, bahwa sebuah matseri saja tidak cukup bagi anak. Anak-anak butuh kebersamaan dan perhatian. Dari segi prestasi, selama ini Indira berhasil menjadi juara kelas. Dia sering menjuarai lomba MIPA dan tahfidz quran tingkat kecamatan maupun tingkat Kota Yogyakarta.
            Saya sering berbagi cerita dan banyak bertanya pada ibu Indira terkait proses hafalan Qur’annya. Apakah mendapat panduan langsung dari orang tua atau ikut sebuah lembaga. Ibunya menjawab penuh semangat bahwa Indira setiap pulang sekolah tidak tidur, dia bersiap untuk mandi dan segera berangkat ke pesantren tahfidz sore hari dari bada’ ashar hingga bada’ maghrib. Disana dia menghafal bersama ustadzahnya, disaat teman yang lain disibukkan dengan game dan permainan lainnya dia sibuk dengan surat-surat dari Allah.
            Betapa bangganya orangtua melihat anaknya semangat menjaga ayat-Nya. Beberapa juz pun dia sudah menjaga. Bahkan mungkin, guru-guru masa kini pun kalah dengannya yang bisa membagi waktu untuk menghafal. Seperti saya yang baru bisa menghafal 2 juz seperti dia saat dewasa, tertampar rasanya. Menyadarkan bahwa selama ini waktu saya sudah terbuang.
            Sesekali saya menanyakan kepadanya, kenapa kamu mau menghafal Qur’an Indira? Dia menjawab” saya ingin menjadi hafidzah dan memberi mahkota untuk orang tua di surga.” Sungguh, jawaban yang mengharukan. Dia ingin terus bertemu keluarganya bukan hanya di dunia tetapi juga di alam keabadian. Dia juga bercita-cita untuk menjadi dokter agar bisa menolong keluarga dan sesama.
            Sungguh mulia harapannya, menjadi seorang dokter sekaligus hafidz Qur’an. Selain menghafal di pesantren sorenya, karena di kelas ada program hafalan sehari dua ayat maka semua siswa pun hafalan dan menyetorkannya. Sebagian siswa bisa setoran ke dia, agar waktu efektif. Selagi dia menyimak teman-temannya, saya juga menyuruhnya untuk menyetorkan hafalannya atau muraja’ah di sekolah. Dia tidak pantang mengeluh, disaat pandemik ini dia tetap menyetorkan hafalannya melalui video call dan 1 surat lagi selesai juz 29. MasyaAllah. Semoga bisa menginspirasi untuk kita agar terus berinteraksi dengan Al-Quran. Menjadikannya sebagai petunjuk dan menjalankannya sebagai amalan keseharian. Terlebih, untuk para pendidik yang mempunyai tanggung jawab lebih untuk masa depan Indonesia.
            Segelintir kata dari Ustadz Budi Anshori seorang ulama yang selalu mengedukasi  mengatakan bahwa Pendidikan yang utama itu adalah keteladanan, menjadi orangtua dan guru mesti harus bisa diteladani. Karena Pintar saja tidak cukup. Semua insan bisa jadi guru, sekalipun murid kita. Mari bersama-sama kita berusaha untuk menjaga Al-Quran karena Al-Quran  bisa jadi syafaat diakhirat kelak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manfaat Pemanasan, Pendinginan dan Latihan Kelincahan untuk Menjaga Kebugaran Tubuh

Materi Pembelajaran Tematik Kelas 3 Tema Pertumbuhan dan Perkembangan Makhluk Hidup

Siklus Hidup Nyamuk